SALAM RI #1


Counter

Landasan Pemikiran

0 komentar

Organisasi dibentuk atas dasar adanya tujuan yang hendak dicapai. Tujuan yang tentunya akan bermuara pada kebaikan, kemajuan dan kemaslahatan masyarakat. Tujuan yang baik disusun dan direncanakan atas harmonisasi antara Visi, Misi dan Strategi dengan program-program kerja. Harmonisasi menjadi penting karena bisa merefleksikan mengenai struktur yang logis antara landasan pemikiran yang dituangkan dalam visi, misi, strategi dan pada tingkat akhir diwujudkan dengan adanya program kerja yang visible dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada umumnya dan civitas akademika Fakultas Hukum UI pada khususnya. Dalam tahap perencanaan, tentunya dilandasi atas standar prinsip-prinsip keorganisasian yang sudah dianggap menjadi suatu “hukum kebiasaan” dalam menjalankan organisasi yaitu Planning, Organizing, Actuating dan Evaluating. Pada tahap ini, maka akan dijelaskan mengenai rangkaian dalam rangka implementasi prinsip Planning yang merupakan pilar utama untuk melihat dan menganalisis sejauh mana program yang kami berikan sesuai dengan visi, misi dan startegi yang telah kami susun dan kami jadikan acuan untuk bisa membawa BEM FHUI 2011 ke arah yang lebih baik lagi.
Prinsip Planning jika diibaratkan sebagai suatu bangunan gedung, maka prinsip ini lah yang membentuk fondasi paling bawah yang menentukan apakah gedung itu akan kuat dibangun atau malah justru sebaliknya. Prinsip Planning ini akan menganalisis dan menjabarkan secara materiil mengenai hal apa sajakah yang akan dilakukan oleh Calon Ketua BEM dan Wakil Ketua BEM FHUI 2011 yaitu M. Reza Alfiandri dan Ichsan Montang jika saja civitas akademika FHUI berkenan memberikan legitimasinya kepada kami untuk bisa menjalankan apa yang sudah kami tulis dalam makalah ini. Dalam hal melakukan prinsip Planning, kami mengedepankan mengenai harmonisasi dan visibilitas seluruh komponen landasan yaitu visi, misi dan strategi.
                                                    
II.1. Evaluasi manajemen organisasi dan pergerakan periode berjalan
            Perbaikan yang konstruktif tentunya menjadi landasan seorang pemimpin yang ingin membuat suatu perubahan yang lebih baik dan responsif. Tentunya niat baik kami untuk meningkatkan kualitas BEM FHUI sangat bercermin dari adanya kekurangan-kekurangan yang terjadi pada periode BEM yang sedang berjalan. Tentunya, kami memiliki sejumlah evaluasi bagi periode BEM FHUI yang sedang berjalan, yang kami bagi menjadi 2, yaitu dari management internal dan management eksternal.
II.1.1. Evaluasi Management Internal
Sistem internal Organisasi yang saat ini berjalan menurut kami memiliki kekurangan dalam hal ”konsentrasi koordinasi” yang berjalan. Contohnya :
1. Departemen Kewirausahaan yang ada dibawah Bidang III bukan dibawah bidang Keuangan
2. Tidak adanya sistem fokus bidang internal yang khusus mengurus mengenai pengembangan organisasi dan sumber daya manusia
3. Kurangnya evaluasi sumber daya manusia dari bawah ke atas (dari tingkat staff ke BPH Inti)
4. Masih belum independennya sistem biding suatu kepanitiaan sehingga memunculkan Kepala Departement yang ”terpaksa” menjadi Project Officer Kepanitiaan
5. Sistem hasil rapat kerja awal yang kurang konsisten ditandai dengan banyaknya kepanitiaan yang bentrok ketika BEM berjalan.

II.2.2. Evaluasi Management Eksternal
Sistem management eksternal organisasi yang saat ini berjalan memiliki kekurangan-kekurangan yang kami jabarkan di bawah ini :
1. Kurangnya koordinasi dengan BSO-BSO mengenai program kerja yang harusnya diharmonisasi dengan program kerja BEM FHUI secara keseluruhan
2. Kurang optimalnya BEM FHUI dengan BSO yang ada dibawahnya dalam bidang ”eksekusi” program kerja BSO
3. Kurangnya inklusifitas dalam bidang seni dan olahraga.
4. Kurangnya partisipasi dalam hal forum atau ”link” tingkat UI.
5. Masih belum maksimalnya penanganan advokasi mahasiswa terutama dalam hal advokasi pendidikan (SIAK-NG) dan kesejahteraan (BOP-B)
6. Masih belum maksimalnya akses aspirasi oleh mahasiswa FHUI, terutama dalam hal akses kepada pihak dekanat

Dari evaluasi versi kami diatas, maka kami memiliki solusi yang nyata dan konkrit apabila kami terpilih menjadi Ketua BEM dan Wakil Ketua BEM FHUI 2011, yaitu dengan visi, misi, strategi dan program kerja yang merefleksikannya.

II.2. Penjabaran Visi dan Misi, strategi berkaitan dengan Tema besar yang diambil
II.2.1. Visi
Visi kami adalah terbentuk dari 3 Unsur, yaitu :
CàChange(Perubahan)
Bahwa perubahan yang nyata, konkrit dan responsif lah yang akan kami bawa dalam rangka peningkatan kualitas BEM FHUI dan mengoptimalisasi program kerja yang sudah dikerjakan pada BEM FHUI periode berjalan
I
àIntellectuality (Intelektualitas)
Bahwa dalam mengerjakan seluruh program kerja, maka kami menanamkan nilai dasar yaitu intelektualitas yang harus dijunjung tinggi oleh setiap bidang dengan landasan yaitu pancasila dan tri dharma perguruan tinggi
AàAspiration (Aspirasi)
Bahwa landasan kami berpijak untuk melakukan setiap program kerja adalah atas aspirasi mahasiswa FHUI dan masyarakat Indonesia.

II.2.2. Misi
Misi kami adalah Mewujudkan BEM FHUI, UI dan Indonesia yang lebih baik melalui pembaharuan keorganisasian dan penegakkan hukum. Bahwa dalam rangka mewujudkan visi kami, masa diperlukan misi sebagai target utama dari seluruh program kerja yang nanti akan kami jalankan. Pembaharuan Keorganisasian adalah bentuk wujud nyata kami untuk memperbaiki kualitas dari struktur organisasi dalam rangka BEM FHUI yang lebih terkoordinasi, efektif dan efisien. Lalu, sebagai mahasiswa hukum tentunya harus menjadi “agent” yang dapat memberikan pencerdasan hukum berupa sosialisasi hukum kepada masyarakat menuju penegakkan hukum Indonesia yang lebih baik.

II.2.3. Strategi
Strategi yang kami kedepankan adalah pembaharuan dan optimalisasi sistem internal dan eksternal BEM FHUI 2011. sesuai apa yang sudah ada dalam subbab Evaluasi terhadap BEM periode berjalan, maka kami akan merubah dan mengoptimalisasi apapun yang memang harus dirubah dan melanjutkan apa yang sudah baik dalam rangka peningkatan kualitas BEM FHUI yang lebih baik lagi.

Berlakunya PP No. 66 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Penyelenggaraan Pendidikan terhadap Masa Depan Pendidikan Nasional

0 komentar

            Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemajuan suatu bangsa. Dengan pendidikan, kita bisa memajukan kebudayaan dan mengangkat derajat bangsa di mata dunia. Daoed Joesoef pernah mengungkapkan betapa pentingnya pendidikan bahwa “pendidikan merupakan alat yang menentukan sekali untuk mencapai kemajuan dalam segala bidang penghidupan, dalam memilih dan membina hidup yang baik, yang sesuai dengan martabat manusia[1].” Betapa pentingnya pendidikan dan tentunya tidak bisa lepas dari kehidupan manusia.

            Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia merupakan amanat UUD 1945. Menurut Pembukaan UUD 1945 alinea keempat salah satu tujuan bernegara adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Kemudian penjabaran dari amanat Pembukaan UUD 1945 tersebut adalah dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dengan diundangkan dan diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar, Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 Tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 ini, sudah dapat dikatakan bahwa salah satu amanat pendiri bangsa ini telah tergenapi. Tentunya landasan tersebutlah yang harus dijadikan semangat bagi bangsa ini untuk memajukkan lagi pendidikan di Indonesia.

Sejarah pendidikan di Indonesia pun amatlah panjang utamanya adalah pendidikan tinggi di Indonesia. Saat ini Perguruan Tinggi Negeri maupun Perguruan Tinggi Swasta menjadi tonggak yang amat penting bagi perkembangan pendidikan di Indonesia. Peran perguruan tinggi amatlah penting dalam mencetak generasi-generasi muda Indonesia yang baik. Perhitungan nilai kulaitas pendidikan pun biasanya diukur dari sejauh mana perguruan tinggi dapat mencetak manusia-manusia yang memiliki skill, intelektualitas dan kemampuan bersaing yang tinggi. Hal itu dapat dilihat dari lulusan suatu perguruan tingginya dan hasil-hasil karya ilmiah semisal dari penelitian yang dilakukan oleh perguruan tinggi tersebut.

Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan pemerintah melalui Kementrian Pendidikan Nasional mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 66 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Penyelenggaraan Pendidikan. Kebijakan ini secara resmi disahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 28 September 2010 sebagai pengganti PP No. 17 Tahun 2010 yang merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) yang telah dicabut Mahkamah Konstitusi (MK) pada bulan Maret lalu. Belum genap satu tahun diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 dibuat oleh karena adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009 yang menyatakan bahwa Undang Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan sudah tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Otomatis keberlakuan dari PP No. 17 Tahun 2010 pun dicabut.

            Ada yang mengatakan bahwa keluarnya Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2010 ini merupakan angin segar bagi pendidikan di Indonesia namun ada juga yang berpandangan sebaliknya. Ada empat hal yang harus diperhatikan terkait penyelenggaraan pendidikan yang ditetapkan dalam PP No. 66 Tahun 2010 ini yaitu:
1. Seluruh Perguruan Tinggi Negeri (PTN) termasuk Politeknik wajib menerima mahasiswa dengan latar belakang ekonomi menengah ke bawah tetapi memiliki otak cemerlang minimal 20 persen dari total penerimaan mahasiswa baru.
2. Dalam proses rekrutmen mahasiswa baru di masing-masing PTN harus menerima mahasiswa yang melalui jalur seleksi nasional (SNMPTN) minimal sebanyak 60 persen dari total penerimaan mahasiswa baru.
3. PT yang bestatus Badan Hukum Milik Negara (BHMN) secara bertahap harus menyesuaikan status menjadi Badan Layanan Umum (BLU) dengan berbagai sistem pengelolaan yang diatur dalam PP tersebut.
4. Mengenai pemilihan, pengangkatan dan pemberhentian rektor perguruan tinggi negeri dilakukan oleh Menteri.

Berlakunya PP ini seolah menjadi harapan baru dan berarti kewajiban pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sudah dapat dikatakan terwujud dalam sistem dan pendanaannya yang sangat menguntungkan bagi seluruh lapisan masyarakat terutama masyarakat yang mempunyai keterbatasan ekonomi. Keputusan pemerintah agar PTN menjatah kursi 20 persen untuk mahasiswa miskin merupakan keputusan tepat. Namun, pemerintah juga harus mengevaluasi implementasi kampus terhadap kebijakan tersebut.  Apalagi hal tersebut didukung dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar yang mewajibkan satuan pendidikan milik pemerintah atau pemerintah daerah untuk tidak memungut biaya, maka dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 ini pemerintah telah mewajibkan satuan pendidikan menengah (SMA, SMKN dan MA) dan satuan pendidikan tinggi (akademi dan perguruan tinggi) milik pemerintah atau pemerintah daerah untuk memberikan kesempatan bagi masyarakat yang mempunyai keterbatasan ekonomi dan mempunyai kemampuan akademi yang memadai untuk ikut menikmati pendidikan dengan biaya ringan atau bahkan gratis.[2]

 Harus diakui, pilihan memerangi kemiskinan melalui jalur pendidikan adalah sebuah kebijakan cerdas dan paling mulia karena mengikutsertakan keluarga yang kurang mampu untuk mengenyam pendidikan lebih tinggi (masuk perguruan tinggi, sebagai mahasiswa), hasilnya akan bermuara pada peningkatan kemampuan kapasitas pengetahuan sekaligus kesempatan untuk memperoleh lapangan kerja yang lebih baik atau bahkan menciptakannya. Itulah sebabnya mengapa hadirnya PP ini memberikan harapan baru bagi ketersediaan akses pendidikan bagi seluruh masyarakat Indonesia.

PP ini juga sesungguhnya untuk meningkatkan modal sosial bagi masyarakat kita. Bagaimana jadinya jika modal sosial di masyarakat kita makin lama makin kecil, akibat disparitas yang makin melebar. Harus diakui, realitas saat ini menunjukkan, mereka  yang kini mengenyam pendidikan tinggi adalah yang berasal dari kelompok menengah ke atas. Jika kemudian tidak ada kebijakan yang memberikan peluang bagi masyarakat kurang mampu menikmati pendidikan tinggi, dapat dipastikan akan muncul ketidakadilan di masyarakat. Padahal, sesungguhnya mereka juga mampu secara akademik.

Akan tetapi ada juga orang-orang yang berpandangan bahwa PP No. 66 Tahun 2010 hanya kanibalisasi dari UU BHP yang masih melakukan komersialiasasi pendidikan. Justru PP tersebut dinilai hanya memecahkan masalah pemerintah bukan masalah rakyat karena keterbatasan anggaran, sehingga mewajibkan PTN menerima mahasiswa miskin.  Isi dari PP tersebut hanya menyangkut masalah teknis, tidak menyentuh persoalan ­rakyat seperti yang dikehendaki oleh putusan MK atas dicabutnya UU BHP. Yang juga dipertanyakan di sini adalah dasar pertimbangan pemerintah atas penerimaan mahasiswa miskin 20 persen. PTN akan membuat berbagai syarat untuk keluarga miskin, terutama kecerdasan. Lantas bagaimana dengan orang miskin yang tidak terlalu cerdas, tapi ingin menempuh pendidikan tinggi. Apakah orang ini akan diterima?

Lantas perhitungan 20% tersebut dianggap sebagian kalangan universitas sebagai sesuatu yang memberatkan. Namun menurut pandangan kami seharusnya hal tersebut tidaklah menjadi masalah Karena 10% dari 20% yang diamanatkan dalam PP tersebut sesungguhnya telah ditanggung oleh pemerintah pusat melalui program Beasiswa Bidik Misi, program yang pada tahun ini telah menjaring sebanyak 20 ribu lulusan SMA/SMK/MA untuk bisa kuliah sampai lulus tanpa biaya di perguruan tinggi negeri[3]. Seandainya program tersebut dijalankan dengan baik maka universitas tinggal menanggung 10% pendanaan dari adanya ketentuan tersebut.

Kemudian dalam PP tersebut juga diatur bahwa PTN menyediakan kuota 60 persen mahasiswa baru. Hal ini dipandang positif oleh sebagian kalangan namun juga dipandang negatif oleh kalangan lainnya.[4] Penyetaraan tingkat pendidikan di seluruh Indonesia menjadi cita-cita dari Pemerintah Republik Indonesia dan dengan adanya penyeragaman antara satu daerah dengan daerah lainnya diharapkan kualitas pendidikan di Indonesia semakin merata. Akan tetapi pengaturan tersebut  juga menimbulkan pendapat yang kontra bahwa sangat sulit untuk menyetarakan pendidikan pada daerah-daerah tertentu karena memang karakteristik daerah tersebut yang tidak sama dengan daerah lainnya. Hal itu akan menyulitkan peningkatan kualitas pendidikan secara bertahap karena metode yang diberikan pun harus disesuaikan dengan karaktersietik yang ada. Peningkatan input mahasiswa baru juga tidak identik dengan penetapan kuota kuantitas mahasiswa dari proses seleksi yang sama.[5]

Terbitnya Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2010 juga mengharuskan perguruan tinggi berstatus badan hukum milik negara (BHMN) mengubah statusnya menjadi badan layanan umum (BLU) sampai paling lambat 31 Desember 2012. Dalam peraturan yang diterbitkan pascapembatalan UU BHP oleh Mahkamah Konsitusi ini, perguruan tinggi dengan status BHMN diharuskan menerapkan statuta baru sebagai BLU paling lambat tiga tahun ke depan. Artinya harus ada perubahan lagi dari universitas baik itu internal maupun eksternal untuk menyesuaikan diri dengan peraturan ini. Dengan status suatu universitas yang menjadi BLU maka otonomi pengelolaan kampus menjadi simpang siur karena pemerintah dipandang terlalu campur tangan terhadap permasalahan teknis pengelolaan.[6] Akan tetapi dengan berubahnya status menjadi Badan Layanan Umum otonomi kampus tetap menjadi prinsip utama dalam pembangunan.

            Yang menjadi masalah di sini adalah otonomi kampus bukanlah otonomi murni melainkan otonomi dalam cengkraman pemerintah. Inilah yang dikhawatirkan oleh kalangan kampus bahwa pemerintah turut mengurusi teknis dalam hal pengurusan kampus. Perguruan tinggi juga tidak bisa dipaksakan untuk menerima Badan Layanan Umum (BLU) seperti yang berlaku di lembaga lain seperti rumah sakit.[7] BLU pendidikan harus spesifik, dengan sistem BLU, pengelolaan akan sangat merepotkan karena PTN diwajibkan untuk membuat perencanaan sangat detail untuk penggunaan anggaran satu tahun kedepan. Apalagi PTN harus tunduk kepada tiga UU Keuangan untuk dapat merubah statusnya menjadi Badan Layanan Umum. Tentu membutuhkan perencanaan yang sangat matang.

Pendidikan Indonesia memang tidak pernah ada habisnya untuk dikritik, direnungkan, disesalkan, dan dibicarakan oleh orang-orang yang peduli terhadap pendidikan di Indonesia. Pendidikan di Indonesia masih dikatakan belum mampu menjawab kebuntuan problema yang dihadapi masyarakat. Indonesia tidak bisa lepas dari urutan yang mencapai ratusan terhadap penilaian mutu pendidikan dunia. Mirisnya pada Tahun 2003 Indonesia menempati urutan ke-112 dari 175 negara berdasarkan hasil penelitian Human Development Index (HDI) sedangkan Malaysia pada urutan ke-58 dan Singapura ke-28[8]. Padahal dalam sejarah kedua negara tersebut berguru kepada Indonesia dan meniru konsep pendidikan dari Indonesia.

Pada intinya pendidikan adalah sebuah aksi, aksi membawa seseorang keluar dari kondisi yang tidak merdeka, tidak dewasa, dan tergantung kepada situasi merdeka, dewasa dan mandiri serta bertanggungjawab. Pendidikan tidak hanya bertujuan menciptakan manusia siap kerja tetapi membentuk manusia matang dan berwatak yang siap belajar siap menciptakan lapangan kerja, dan siap mengadakan transformasi sosial melalui transformasi pendidikan yang didapatnya. Pendidikan adalah sebuah proses pedagogis yakni membentuk manusia matang, intelek, dan kultural. Dengan perubahan sistem yang ada di Indonesia tentu harapannya adalah semakin maju pendidikan Indonesia. Tentunya perubahan merupakan penyampaian visi dari adanya perbaikan kualitas pendidikan di Indonesia. Akhir kata sebagai mahasiswa mari bersama-sama membangun bangsa Indonesia melalui pendidikan karena belajar adalah sekecil-kecil aksi dan sebesar-besar manfaat.


Deklarasi Muhamad Reza Alfiandri

0 komentar
Salam Intelektual!

Dalam hidup kita harus memilih. Begitu juga hidup saya. A man is as he think, you can’t change it! Dalam kehidupan nyata, kita mengabdikan keberanian kita untuk memilih jalan kita sendiri.
Politik, kita punya dua pilihan, terjun ke dalamnya dan membawa perubahan (belum tentu berhasil) atau menunggu impian ambruk dengan sendirinya di tangan orang lain. Saya memilih yang pertama dengan segala konsekuensinya.

Saya mengajak Mahasiswa FHUI membesarkan bangsa melalui pengalaman kehidupan Mahasiswa di fakultas. Saya mengajak Mahasiswa pembawa idealisme bebas. Pemikir-pemikir bebas. Yang mempunyai mimpi, merubah mahasiswa dengan M BESAR di depannya, Mahasiswa!

Mahasiswa sebagai kekuatan moral, motor dan nurani gerakan Mahasiswa yang independen.
Saya mengajak mahasiswa FHUI yang mencintai tanah air, rakyat, dan almamaternya untuk merebut kembali kemuliaan universitas sebagai kawah candradimuka para cendikia. Intelektual muda sebagai benteng terakhir cendikia republik yang bebas dari kooptasi politik apapun.

Atas nama integritas, independensi dan kehormatan diri, saya Muhamad Reza Alfiandri bersama Ichsan Montang Rajagukguk Bismillahirrahmanirrahim akan mencalonkan diri sebagai Calon Ketua dan Wakil Ketua BEM FHUI Periode 2011.

Demikian.

Muhamad Reza Alfiandri - Ichsan Montang Rajagukguk

Deklarasi Ichsan Montang Rajagukguk

0 komentar
Bismillahirrahmanirrahim..Dengan petunjuk dari Allah SWT, restu dari orang tua, dan niat serta tekad diri saya..
Saya menerima pinangan dari sahabat saya tercinta Muhammad Reza Alfiandri untuk menjadi pasangannya dalam pemilihan umum FHUI 2010 sebagai calon wakil ketua bem FHUI 2011. Smoga Allah meridhai jalan saya..
Copyright © responsif-inspiratif